Sumenep, 11 Maret 2025 – Pemerintah Kabupaten Sumenep melalui Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) mengklaim bahwa program pelatihan kerja yang mereka gencarkan merupakan solusi dalam mengentaskan kemiskinan. Namun, apakah pelatihan kerja benar-benar efektif dalam mengatasi masalah kemiskinan di Sumenep, atau sekadar kebijakan yang terlihat bagus di atas kertas?
Realitas Pasca-Pelatihan: Adakah Jaminan Pekerjaan?
Program pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh Disnaker Sumenep tentu memberikan keterampilan bagi peserta. Namun, pertanyaan utama yang muncul adalah seberapa banyak lulusan pelatihan yang benar-benar mendapatkan pekerjaan?
Banyak peserta yang mengaku mendapatkan ilmu baru, tetapi setelah pelatihan selesai, mereka kembali menghadapi kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan yang sesuai. Sebagian besar perusahaan lebih memilih tenaga kerja berpengalaman dibandingkan lulusan pelatihan singkat. Bahkan, banyak UMKM yang belum mampu menyerap tenaga kerja baru karena keterbatasan modal.
Minimnya Koneksi dengan Industri dan Peluang Kerja
Jika program pelatihan kerja ini bertujuan mengurangi pengangguran, seharusnya ada skema lanjutan yang menjamin penempatan kerja bagi para peserta. Sayangnya, banyak pelatihan hanya sebatas memberikan sertifikat tanpa adanya kepastian lapangan kerja.
Selain itu, lapangan kerja di Sumenep masih terbatas. Banyak peserta yang sudah dilatih akhirnya tetap menganggur atau memilih bekerja di luar daerah. Jika tenaga kerja yang sudah dilatih harus hijrah ke luar kota untuk mendapatkan pekerjaan, maka kebijakan ini belum sepenuhnya menjawab permasalahan lokal.
Apakah Pelatihan Sesuai dengan Kebutuhan Pasar?
Salah satu kelemahan dalam program pelatihan kerja adalah ketidaksesuaian dengan kebutuhan industri. Pelatihan yang diberikan sering kali bersifat umum dan tidak spesifik pada kebutuhan lokal. Tanpa riset mendalam terkait kebutuhan industri dan peluang usaha di Sumenep, pelatihan yang diberikan berisiko menjadi kurang relevan.
Misalnya, pelatihan keterampilan menjahit atau tata boga memang bagus, tetapi tanpa akses modal dan pasar yang jelas, peserta pelatihan tetap akan kesulitan memulai usaha sendiri. Program semacam ini seharusnya diikuti dengan pendampingan bisnis yang lebih konkret.
Perlu Evaluasi dan Pendekatan Baru
Daripada hanya berfokus pada pelatihan kerja, pemerintah seharusnya lebih aktif dalam:
- Menjalin kerja sama dengan perusahaan dan industri untuk menjamin penyerapan tenaga kerja.
- Memberikan akses modal bagi peserta pelatihan yang ingin berwirausaha.
- Membantu pemasaran produk UMKM agar lebih kompetitif.
- Meningkatkan keterampilan berbasis teknologi agar peserta lebih siap bersaing di era digital.
Tanpa langkah-langkah konkret tersebut, program pelatihan kerja hanya akan menjadi proyek tahunan yang terlihat baik secara administratif, tetapi minim dampak nyata bagi masyarakat miskin di Sumenep.
💬 Bagaimana menurut Anda? Apakah program pelatihan kerja sudah cukup efektif dalam mengentaskan kemiskinan?
